Fakta Mengerikan Pengorbanan Suku Aztec ( Part-2 End )
Seratus tahun sebelum keruntuhannya, Kekaisaran Aztec mengalami reformasi dalam bidang kepercayaan. Putra kaisar, Tlacaelel, menyatakan bahwa dewa perang, Huitzilopochtli, adalah dewa yang tertinggi dari semua dewa. Sejak saat itu, suku Aztec hidup untuk melayani dewa perang.
Pengorbanan manusia menjadi bagian penting dari masyarakat Aztec, dengan ratusan ribu orang dibantai setiap tahun sebagai persembahan kepada dewa mereka. Berikut fakta mengerikan tentang ritual pengorbanan manusia suku Aztec.
MENJADI SUKARELAWAN UNTUK DIKORBANKAN
Bagi mereka, menjadi korban manusia untuk para dewa adalah suatu kehormatan. Bahkan, saat Spanyol datang dan mencoba untuk membebaskan para korban, beberapa marah karena merasa telah dijauhkan dari kematian yang terhormat. Beberapa orang bahkan mendaftar dengan penuh semangat, karena menginginkan kematian yang terhormat bagi dewa-dewa mereka.
Secara tradisi, seluruh kelompok pelacur bersedia mendaftar agar dikorbankan untuk dewi cinta. Selama musim kemarau, beberapa suku Aztec terpaksa menjual anak-anak mereka ke dalam perbudakan seharga 400 bulir jagung. Jika anak-anak tidak bekerja dengan baik, mereka bisa dijual lagi. Dan jika seorang budak sudah dijual dua kali, mereka bisa menjadi hadiah untuk para dewa.
PENGORBANAN ANAK
Di jantung ibukota Aztec, Tenochtitlan, terdapat sebuah kuil kembar. Di puncak yang didedikasikan untuk Tlaloc, suku Aztec mengadakan ritual paling mengerikan dan paling menyedihkan dari semua ritual mereka.
Tlaloc adalah dewa hujan dan kilat, dan ia menuntut pengorbanan anak-anak.Selama akhir musim dingin yang disebut Atlcahualo, suku Aztec akan membawa anak-anak ke kuil Tlaloc dan memaksa mereka untuk berjalan menaiki tangga. Anak-anak itu bukanlah sukarelawan, yang bahkan menangis saat menaiki tangga tersebut. Jika anak-anak menangis, suku Aztec percaya bahwa Tlaloc akan memberkati mereka dengan hujan. Jika anak-anak tidak menangis, maka orang dewasa akan memaksa mereka untuk menangis.
Setelah selesai, anak-anak dibawa ke sebuah gua di luar kota. Mereka diletakkan melingkar di bawah atap terbuka, hujan yang dibawa oleh pengorbanan mereka akan turun di atas mayat mereka.
PENGORBANAN MELALUI PERTARUNGAN ALA GLADIATOR
Selama Festival Menguliti Pria, beberapa pria diberi kesempatan untuk membela diri. Untuk hidup, mereka harus mengalahkan juara terhebat Aztec dalam pertempuran bersenjata yang kemungkinan untuk menangnya sangat kecil. Para prajurit yang akan dikorbankan dibawa ke sebuah batu bundar yang disebut temalacatl. Mereka diizinkan membawa senjata kayu, yang tidak lebih seperti sebuah mainan. Sambil memegang tongkat yang diruncingkan seperti pisau, orang-orang ini menyaksikan juara terhebat Aztec keluar.
Menurut legenda Aztec, seorang pria bernama Tlahuicol berhasil selamat dari pertempuran. Dengan bermodalkan pedang kayu, ia membunuh delapan prajurit Aztec yang bersenjata lengkap. Suku Aztec sangat senang, dan menawarkan untuk menjadikannya komandan pasukan mereka. Namun, bagi Tlahuicol tawaran mereka kepadanya merupakan sebuah penghinaan. Tlahuicol dimaksudkan untuk nasib yang jauh lebih besar, dia harus dikorbankan untuk para dewa.
PENGORBANAN SAAT PERESMIAN PIRAMIDA
Tidak semua pengorbanan itu normal. Ada saat-saat berbagai hal dilakukan secara berbeda, terkadang metodenya berbeda. Di waktu lain, perbedaannya hanya dalam hal jumlah semata. Pengorbanan yang terbesar adalah selama rekonsiliasi Piramida Besar Tenochtitlan. Suku Aztec telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membangun kuil di ibu kota mereka, dan pada tahun 1487 Piramida Besar mereka selesai dibangun.
Mereka mengadakan perayaan besar-besaran untuk meresmikan kuil besar mereka, dan membantai banyak orang di waktu yang bersamaan. Suku Aztec mengklaim bahwa mereka mengorbankan 84.000 orang selama empat hari. Selama masa pemerintahan suku Aztec, diperkirakan 250.000 orang telah dikorbankan di seluruh Meksiko setiap tahunnya.
PROSESI PENGORBANAN MANUSIA
Biasanya, seorang korban akan dibawa ke puncak piramida besar dan dibaringkan di atas batu pengorbanan. Seorang pendeta akan berdiri di dekatnya, memegang pisau yang terbuat dari kaca vulkanik. Pisau itu akan ditusukkan ke dada korban, membukanya, dan mencabut jantungnya yang masih berdetak. Pendeta itu akan mengangkat jantung tersebut tinggi-tinggi agar bisa dilihat oleh semua orang, lalu ia akan menghancurkannya sampai berkeping-keping di atas batu pengorbanan.
Tubuh tidak bernyawa akan terguling menuruni tangga piramida, di mana tukang daging sudah menunggu di bawah untuk memotong tubuh tersebut sepotong demi sepotong. Tengkoraknya akan dilepas dan diletakkan di atas rak bersama dengan tengkorak-tengkorak lainnya yang telah dikorbankan, kemudian daging dari tubuh yang dikorbankan akan dimasak menjadi makanan dan diberikan kepada para bangsawan.