Kamera sekarang menjadi benda yang seolah wajib ada dalam acara-acara penting. Pasalnya kamera bisa digunakan untuk memotret dan mengabadikan acara yang bersangkutan. Foto yang tercipta nantinya bisa dijadikan bukti sekaligus kenng-kenangan.

Teknologi kamera sendiri diketahui sudah ada sejak tahun 1800-an. Meskipun teknologi kamera pada waktu itu masih sangat terbatas, hal tersebut tidak lantas menjadi halangan bagi orang-orang pada masa itu untuk menciptakan foto sebagus mungkin. Bak peribahasa “tak ada rotan, akar pun jadi”.

JASAD DIDANDANI SEBAGAI PENGGANTI ORANG HIDUP

Sebagai bentuk penghormatan kepada jenazah dan keluarga yang ditinggalkannya, orang-orang selalu dianjurkan untuk memperlakukan mayat dengan layak. Di masa lampau, jasad ternyata pernah menjadi sasaran favorit kalangan fotografer untuk dipotret. Dalam ranah fotografi, bidang fotografi yang fokusnya memotret mayat dikenal dengan istilah fotografi postmortem.

Walau terlihat menyeramkan dan tidak normal, ada alasan tersendiri mengapa kalangan fotografer pada masa itu sempat “tergila-gila” pada mayat. Tidak seperti kamera di masa kini yang dapat memotret gambar hanya dalam kurun waktu sepersekian detik, kamera pada masa itu memerlukan waktu lama hingga siap mengambil gambar. Akibatnya, cukup sulit memotret makhluk hidup pada masa itu karena tidak jarang mereka membuat gerakan tanpa sadar saat sedang dipotret.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejumlah kalangan fotografer pun memutuskan untuk fokus memotret mayat karena mayat tidak akan bergerak saat dipotret.

Alasan lain kenapa fotografi postmortem sempat populer adalah karena tingkat kematian manusia pada waktu itu masih cukup tinggi, khususnya di kalangan anak-anak yang notabene daya tahan tubuhnya masih lemah.

Namun demi mendapatkan hasil jepretan yang sempurna, fotografer postmortem profesional tidak segan-segan untuk bertindak lebih jauh. Ia bakal mendadani mayatnya dengan pakaian lengkap, bahkan mata palsu agar mayat yang dipotret terlihat seperti masih hidup dan sedang melihat ke arah kamera. Jika diperlukan, mayat tersebut juga akan ditempatkan dalam posisi berdiri dengan memakai alat bantu sebelum dipotret.

Popularitas fotografi postmortem lambat laun memudar dengan sendirinya, karena dengan majunya teknologi kedokteran, kasus kematian dini pun menjadi lebih mudah dihindari. Teknologi kamera yang semakin maju dan praktis juga menyebabkan orang-orang dapat mengambil foto orang lain dengan mudah dalam aneka pose.

MERPATI DIGUNAKAN UNTUK MENGAMBIL FOTO UDARA

Sejak Wright Bersaudara menciptakan pesawat terbang, teknologi penerbangan sudah meningkat jauh. Selain bisa digunakan untuk keperluan transportasi, manusia juga menggunakan pesawat untuk mengambil foto udara dari ketinggian.

Belakangan, manusia juga menggunakan drone yang dipasangi kamera untuk keperluan serupa. Dibandingkan dengan pesawat, kelebihan utama drone adalah drone memiliki harga yang jauh lebih murah dan ukuran yang lebih ringkas.

Supaya dapat mengambil foto dari ketinggian, orang jaman dulu pun memanfaatkan bantuan burung merpati.

Selain burung merpati, manusia pada masa itu juga sudah menggunakan balon dan layangan untuk mengambil foto dari ketinggian. Karena kedua benda tadi gerakannya terlalu lambat, burung merpati pun dipilih sebagai alternatif.

Teknik pengambilan foto memakai merpati pada dasarnya cukup sederhana. Tubuh merpati dipasangi dengan kamera mini, lalu burung tersebut diminta terbang di atas lokasi yang hendak dipotret.

Supaya kameranya mengambil foto pada momen yang tepat, kamera tersebut dipasangi dengan timer. Teknik pengambilan foto memakai merpati mulai dilakukan sejak tahun 1907. Sejak masa Perang Dunia Pertama, teknik ini ditinggalkan dan digantikan dengan metode pengambilan foto memakai pesawat.

PENSIL PENGGANTI PHOTOSHOP

Setiap orang tentu ingin dirinya tampil semenarik mungkin di dalam foto. Tidak jarang saat  sudah dipotret, orang tersebut terlihat kurang menarik saat berada dalam foto. Jika masalah tersebut sampai terjadi, aplikasi pengedit foto jadi solusinya. Dengan memakai aplikasi tersebut, paras seseorang dapat diedit agar terlihat lebih menarik di dalam foto. Dari sekian banyak aplikasi pengedit foto yang sudah tersedia, Photoshop yang paling terkenal karena penggunaannya sudah sedemikian luas.

Manusia di masa lampau, ternyata sudah memiliki teknik manipulasi fotonya sendiri. Mereka menggunakan pensil untuk memodifikasi kaca yang hendak digunakan untuk mencetak foto.

Misalnya jika juru cetak foto ingin membuat bagian tertentu pada foto menjadi lebih terang, ia akan mengarsir bagian tersebut dengan pensil tumpul. Jika ingin membuat bagian tertentu pada foto menjadi lebih gelap dan tegas, ia akan mengarsirnya dengan pensil runcing.

TRIK KHUSUS UNTUK MEMBUAT FOTO HANTU

Banyak manusia yang meyakini bahwa selalu ada makhluk halus dan tidak kasat mata yang tinggal di antara manusia. Mereka kadang-kadang menampakkan diri saat seseorang menggunakan kameranya untuk memotret suatu tempat yang kelihatannya kosong. Namun saat fotonya dilihat, ternyata ada penampakan makhluk misterius yang muncul di fotonya.

Jika fenomena macam itu sampai terjadi, maka muncullah keyakinan kalau tempat di mana foto tersebut diambil merupakan tempat yang angker dan aslinya dihuni oleh makhluk halus.

Namun, tidak jarang foto yang terlihat menunjukkan penampakan aslinya adalah hoax karena sosok penampakannya ternyata merupakan hasil rekayasa.

Di era digital seperti sekarang, merekayasa foto penampakan sekarang menjadi hal yang amat mudah dilakukan selama orang tersebut memiliki komputer dan program yang diperlukan.

Ternyata, praktik membuat foto rekayasa penampakan ternyata bukan hanya dilakukan di era digital seperti sekarang. Saat teknologi kamera masih belum begitu maju, praktik mengedit foto supaya menampilkan sosok penampakan hantu ternyata sudah dikenal.

Tahun 1861, fotografer William H. Mumler menunjukkan bagaimana cara membuat penampakan dalam foto dengan bermodalkan teknologi pada masa itu. Ia membuat sosok penampakan dengan cara mengombinasikan kaca pencetak foto yang menampilkan sosok menyerupai hantu dengan kaca pencetak foto yang masih baru.

Dengan teknik rahasia ini, Mumler membuat aneka macam foto penampakan hantu. Ia pun kebanjiran orderan dari mereka yang berharap kalau Mumler dapat memotretkan penampakan dari arwah orang-orang dekat mereka yang baru saja meninggal dunia.

Lambat laun, trik rahasia yang digunakan oleh Mumler akhirnya terbongkar. Mumler pun kemudian dilaporkan ke pengadilan. Kendati hakim akhirnya tidak menjatuhkan hukuman kepada Mumler, reputasi Mumler hancur dan sejak itu ia dicap sebagai fotografer penipu.