Keunikan Suku Asli Papua
Papua merupakan daerah yang cukup banyak menyumbang daftar suku di Indonesia. Di daerah yang terkenal dengan tambang emasnya ini, berdiam berbagai suku, baik suku asli maupun campuran atau keturunan dari luar Papua.
Pada umumnya orang-orang Papua dikenal dengan ketangguhannya, karena terbiasa dengan alam bebas dan kehidupan berburu. Orang Papua memiliki badan yang tegap, maka tidak heran banyak atlet andalan Indonesia berasal dari Papua.
Setiap suku di Papua memiliki tradisi yang unik sama halnya dengan suku suku lainnya. Berikut keunikan Suku Asli Papua yang dilansir dari berbagai sumber.
SUKU AMUNGME
Suku Amungme atau yang disebut dengan Amui atau Hamung, merupakan suku yang mendiami wilayah Pegunungan Jayawijaya. Masyarakat suku ini hidup dengan cara berkelompok dan mendirikan rumah di atas tiang kayu dan atapnya terbuat dari alang-alang atau daun rumbia.
Biasanya, setiap kelompok suku Amungme terdiri dari lima hingga 10 rumah tangga. Dalam kesehariannya, suku ini menggunakan bahasa Uhunduni, yang memiliki beberapa dialek, seperti Amung, Enggipilu, dan Damal.
Suku Amungme mempunya bahasa sendiri yang disebut sebagai Dhamal, dan keyakinan yang dianut adalah animisme. Suku Amungme tidak mengenal konsep adanya dewa atau roh yang hidup di alam lain, bagi mereka alam hanyalah satu.
Masyarakat Suku Amungme umumnya berkerja sebagai petani nomaden atau berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga melakukan kegiatan berburu dan meramu. Masyarakat Amungme sangat mensakralkan tanah leluhur, yaitu pegunungan sekitar. Karena hal inilah, sering terjadi gesekan konflik lahan dengan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kekayaan mineral di daerah mereka.
SUKU ASMAT
Suku Asmat merupakan salah satu suku asli Papua dengan jumlah populasi yang besar. Suku Asmat terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan daerah pedalaman.
Walau berasal dari suku yang sama, namun Suku Asmat yang tinggal di pesisir dan pedalaman sangat berbeda. Perbedaan mereka dapat dilihat dari cara hidup sehari-hari, dialek bahasa, ritual adat, dan struktur sosialnya.
Suku Asmat yang tinggal di daerah pesisir tersebar di sekitar pantai Laut Arafuru, sedangkan Suku Asmat yang hidup di pedalaman berada di pegunungan Jayawijaya.
Suku Asmat yang tinggal di pedalaman hutan, mereka tinggal di sekitar rawa-rawa yang kondisi sekitarnya sangat terbatas. Batu yang biasa kita lihat di pinggir jalan bisa sangat berharga bagi mereka, bahkan dijadikan mas kawin.
Hal ini dikarenakan di tempat mereka tinggal jarang terdapat batu, padahal batu sangat penting dalam kehidupan mereka sehari-hari, seperti bahan membuat palu, kapak, dan peralatan lainnya.
Orang Asmat memiliki ciri-ciri fisik meliputi tinggi tubuh yang tinggi, bahkan untuk ukuran tubuh orang Indonesia pada umumnya. Para wanitanya memiliki tinggi rata-rata 162 cm, sementara para pria sekitar 172 cm.
Mereka tinggal di sebuah kampung yang biasanya terdiri dari 1 Rumah Bujang yang difungsikan sebagai tempat untuk upacara keagamaan dan upacara adat, dan rumah lainnya berupa rumah tinggal yang biasanya dihuni oleh 3 keluarga.
Mata pencaharian utama suku Asmat adalah bekerja di lingkungan sekitar, misalnya berkebun atau berburu. Cara berkebun dan berburu yang dilakukan juga masih sederhana dan tradisional.
SUKU BAUZI
Suku ini termasuk salah satu dari 14 suku terasing. Pernyataan ini dikeluarkan oleh lembaga misi dan bahasa Amerika Serikat. Dinyatakan demikian karena suku Bauzi menempati wilayah terisolir, pakaian lelaki hanya berupa cawat dari selembar daun atau kulit pohon yang dikeringkan dan diikat pada ujung kelamin.
Untuk para wanita mengenakan selambar daun atau kulit kayu yang dikeringkan dan diikatkan pada pinggang mereka. Kehidupan orang Bauzi bisa dikatakan masih primitif karena masih mengandalkan kegiatan berburu dan nomaden. Saat menyambut tamu, para pria dewasa akan mengenakan hiasan kepala dari bulu kasuari dan melaburi tubuh dengan sagu.
SUKU DANI
Suku Dani adalah kelompok masyarakat yang mendiami Lembah Baliem. Suku ini telah tinggal di lembah selama sekitar ratusan tahun yang lalu. Secara umum, Suku Dani bermukim di wilayah pegunungan tengah Papua. Namun, orang-orang Dani bukan satu-satunya suku yang bermukim di wilayah tersebut. Selain di tempat ini, Suku Dani juga bermukim di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Puncak Jaya.
Masyarakat Dani yang tinggal di Lembah Baliem lebih suka disebut sebagai Suku Parim atau Suku Baliem, mereka memiliki kepercayaan terhadap roh. Setidaknya ada 2 roh keparcayaan masyarakat Dani, yaitu Suangi Ayoka yang merupakan roh laki-laki, dan Suangi Hosile yang merupakan roh perempuan.
Mereka juga mempercayai kekuatan sakti dari nenek moyang yang disebut dengan Atou, dan kekuatan ini hanya diturunkan kepada anak laki-laki. Kekuatan tersebut meliputi 3 hal, yaitu kekuatan menyembuhkan penyakit, kekuatan menyuburkan tanah, dan kekuatan menjaga kebun.
Salah satu hal unik dari Suku Dani adalah cara mereka mengungkapkan kesedihan, terutama kesedihan karena rasa duka cita akibat ditinggal oleh anggota keluarga yang meninggal dunia.
Sama seperti kebanyakan manusia pada umumnya, Suku Dani juga mengungkapkan kesedihan dengan cara menangis. Namun tidak sebatas itu, mereka juga melakukan hal ekstrem dengan memotong jari sebagai lambang kesedihan mendalam.
Memotong jari dianggap sebagai simbol rasa pedih terhadap anggota keluarga yang pergi. Selain itu, arti lain dari ritual ini adalah upaya untuk mencegah terulangnya kembali malapetaka yang telah merenggut anggota keluarga yang dicintai.
SUKU KOROWAI
Korowai adalah nama salah satu suku Papua yang menempati dataran redah sebelah selatan pegunungan Jayawijaya. Kelompok masyarakat Korowai tinggal di sekitar rawa, hutan mangrove dan lahan basah.
Suku ini juga dikenal sebagai salah satu suku kanibal Papua. Orang-orang Korowai tidak mengenakan koteka seperti kebanyakan suku di Papua lain. Kehidupan mereke tercukupi oleh kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan. Keunikan Suku Korowai adalah tempat tinggalnya berada di rumah pohon.
Walaupun belum bisa dipastikan kebenarannya, beberapa laporan menyebutkan bahwa suku ini masih melakukan ritual kanibalisme sampai saat ini. Yang pasti mereka hidup terisolasi dan hampir tidak pernah kontak dengan orang luar.
Pengorbanan hewan adalah hal yang umum di antara suku Korowai dan kehidupan mereka seputar pada sihir dan roh. Meskipun mereka telah menyambut kontak dunia modern dalam beberapa dekade terakhir, mereka masih merupakan salah satu suku yang ganas di dunia.
SUKU MUYU
Suku Muyu bermukim di sekitar Sungai Muyu yang terletak di Timur Laut Merauke. Diperkirakan nama Mutu berasal dari kata “ok Mui” sebagai cara penduduk setempat untuk mengucapkan Sungai Mui. Mereka biasa menyampaikan kata ini ke orang Belanda. Kemudian “ok Mui” berubah pengucapannya menjadi Muyu.
Mata pencaharian Suku Muyu pada umumnya adalah berburu, menangkap ikan, mengolah sagu, dan beternak babi atau anjing. Sayangnya mereka tinggal di kawasan yang kurang subur, sehingga mereka sering kekurangan bahan makanan dan menyebabkan tingkat kematian penduduk Suku Muyu cukup tinggi.
Suku ini memiliki pemimpin tinggi yang merupakan ketua dalam kehidupan dan kepercayaan religiusnya. Di bawahnya, ada orang-orang yang berwibawa dan biasanya disebut sebagai Tomkot, bigman, atau keyepak.