Setiap orang yang mengadakan pesta, pasti tahu bahwa mereka dapat melakukan kesalahan dalam pesta tersebut yang kemudian akan berakhir pada suatu kekacauan. Ini juga berlaku untuk beberapa pesta bersejarah yang pernah terjadi ini.

Faktanya, catatan sejarah dipenuhi dengan perayaan dan deretan pesta yang serba salah. Banyak tokoh-tokoh bersejarah yang melibatkan raja dan ratu hingga perebutan kekuasaan berakhir dengan pertumpahan darah, beberapa di antaranya bahkan menjadi inspirasi dari episode di film series Game of Thrones.

Berikut beberapa pesta paling mengerikan sepanjang sejarah yang harus berakhir dengan berbagai tragedi dari kematian, hingga kehancuran.

Festival Fyre

Pada April 2017, ribuan influencer tiba di sebuah pulau kecil di Bahamas untuk Festival Fyre. Acara ini diselenggarakan dan dipimpin oleh CEO Fyre Media Billy McFarland, termasuk Ja Rule. Fyre Media telah mempromosikan acara tersebut sebagai festival musik besar yang diadakan di surga pulau tropis, termasuk perumahan dan makanan. Sekitar 5.000 orang membeli tiket ke Fyre Festival, banyak dari mereka adalah influencer media sosial.

Saat mereka tiba, mereka menemukan tempat penampungan sementara dengan makanan kemasan. Headliner seperti Blink-182 mulai keluar pada hari-hari menjelang konser. Para tamu mendokumentasikan kemarahan mereka di media sosial dan segera festival itu dibatalkan.

Penyelenggara telah mengumpulkan USD 26 juta untuk acara tersebut dari investor. Pada 2018, McFarland dihukum karena penipuan dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Pada tahun 2020, ia menyelenggarakan podcast populer dari penjara.

Kerusuhan Nika

Setiap kali tim olahraga yang memenangkan kejuaraan, penggemarnya hampir selalu gila baik dengan berbagai pesta dan euforia yang ada setelahnya. Biasanya, perayaan dan pesta massal ini hanyalah terjadi pada saat-saat seru yang meriah. Namun kemeriahan tersebut mampu berubah menjadi kerusuhan olahraga, dan kemudian berakhir menjadi sebuah tragedi mematikan yang cukup parah.

Kerusuhan pesta olahraga nika pada abad keenam, pernah menjadi salah satu kerusuhan olahraga paling buruk yang didalangi oleh olahraga, politik, kerajaan, dan skandal pemerintahan. Terjadi di Konstantinopel abad keenam, terdapat sebuah olahraga balap kereta dengan dua tim terpisah yang memiliki masing-masing penggemar yaitu The Blues dan Greens. Penggemar ini lambat laun membentuk sebuah organisasi, atau demes, yang berfungsi seperti klub penggemar pada masa modern ini.

Selain menjadi klub penggemar yang hanya akan bersuka cita dan saling berpesta ketika timnya menang, klub ini pun berubah menjadi sesuatu yang lebih menyerupai partai politik kecil. Konfrontasi dan saling tegang antara penggemar The Blues dan Green pun seringkali berakibat fatal, dan mencapai puncaknya antara tahun 527 dan 532 M.

Pada tahun 527, Kaisar Justinian yang saat itu berkuasa, yang merupakan pendukung setia Blues. Dari posisinya saja, sudah seharusnya dirinya tidak menikahi wanita bangsawan Theodora, yang pernah menjadi penggemar dari Greens, walaupun kemudian Theodora beralih menjadi seorang The Blues.

Skandal inkonsistensi ini pun menjadi jauh buruk lagi, saat pajak berat yang telah dibebankan oleh Kaisar selama bertahun-tahun membuat kedua faksi menjadi gusar dan tidak menyenangi pemerintahan yang menaungi mereka.

Hal ini pun berujung pada Justinianus yang dengan keras menindak pertarungan antara The Blues dan Greens. Tidak tanggung-tanggung, bahkan sang kaisar mencoba mengeksekusi para pemimpin dari kedua faksi, yang kemudian digagalkan oleh para algojo.

Beberapa hari kemudian, pada balapan berikutnya para penggemar di kedua sisi pun mengesampingkan perbedaan mereka dan memberontak melawan kaisar. Kerusuhan nyatanya cukup seru dan berlangsung lima hari. Dalam pemberotakan ini, Justianus bahkan sempat hampir melarikan diri, saking takutnya dengan ancaman yang dibawa oleh kesatuan The Blues dan Greens.

Namun sayangnya, dua jenderal Justinian berhasil menghentikan kerusuhan tersebut dengan menjebak dan membunuh para Blues dan Greens di dalam stadion mereka, Hippodrome. Atas kejadian mengerikan ini, setidaknya lebih dari 30.000 orang diperkirakan tewas mengenaskan dalam perjuangan membela hak mereka.

Pelantikan Andrew Jackson

Pada tahun 1829, Andrew Jackson dilantik sebagai presiden ketujuh Amerika setelah menjalankan kampanye populis di mana dia menyebut dirinya seorang pejuang rakyat jelata, lima tahun setelah kampanye serupa pada tahun 1824 gagal.

Untuk pelantikan, pemerintahan Jackson memutuskan untuk menegakkan tradisi kepresidenan sebelumnya, di mana Gedung Putih mengadakan open house pada Hari Pelantikan. Sekitar 20.000 orang datang ke acara tersebut, menginjak-injak furnitur dan menggiling makanan ke karpet. Staff mengatakan karpet berbau seperti keju selama berbulan-bulan.