Sekolah memberlakukan berbagai macam larangan bukanlah suatu hal yang aneh. Pasalnya ,  merupakan tempat untuk mendidik dan mengajarkan kedisiplinan untuk muridnya. Tapi, selain larangan biasa, ada pula sekolah yang memberlakukan larangan yang aneh. Berikut ini adalah contoh larangan yang aneh.

Bermain Bola Salju

Di negara yang memiliki 4 musim, salju merupakan hal yang dinanti sekaligus dibenci saat musim dingin tiba. Jika salju turun terlalu banyak, salju dapat menghambat jalan atau menyebabkan kecelakaan. Suhu yang dingin juga dapat membuat orang lebih mudah sakit.

Namun, bagi anak-anak, salju menjadi hal yang ditunggu. Timbunan salju dapat dibentuk menjadi patung boneka salju sesuai imajinasi mereka. Salju yang sudah dibentuk menjadi bola-bola kecil juga dapat dipakai untuk bermain perang bola salju.

Walau perang bola salju merupakan permainan yang tidak berbahaya, ternyata ada sekolah yang melarang permainan tersebut.  Menurut dewan sekolah di kota Toronto, Kanada, perang bola salju dilarang karena dianggap sama berbahayanya dengan batu dan tongkat kayu.

Tidak hanya di Kanada yang pernah melarang perang bola salju. Di Peterborough, Inggris, 3 orang siswa pernah mendapat hukuman karena ketahuan bermain perang bola salju. Menurut John Gribble yang bertindak sebagai kepala sekolah Bretton Woods di Peterborough, larangan tersebut dibuat karena pihaknya ingin menjaga kesehatan dan keselamatan anak-anak didiknya.  Gribble mengumpamakan bahwa jika bola salju yang dilemparkan kebetulan mengandung bongkahan es, maka anak yang terkena lemparan dapat cedera.

Tinta Merah

Jika murid membuat kesalahan pada jawaban ujiannya, hal yang wajar jika melihat ada coretan tinta merah pada nomor soal atau jawaban yang salah. Namun, banyak sekolah di Australia coretan tinta merah seperti itu tidak akan dijumpai.

Fenomena itu sendiri terjadi karena adanya pertimbangan bahwa penggunaan tinta merah dapat memberi dampak negatif untuk psikologis anak-anak. Sebagai gantinya, pihak sekolah lantas menggunakan tinta yang warnanya mencolok, namun bukan merah. Misalnya warna merah jambu, biru, hingga hijau.

Di luar Australia, sejumlah sekolah di Inggris juga mulai menerapkan kebijakan serupa. Alasannya adalah karena warna merah dianggap terkesan agresif. Sebagai gantinya, guru diminta menuliskan penjelasan singkat memakai tinta berwarna-warni. Mereka bakal menjelaskan apa pendapat mereka mengenai jawaban yang ditulis oleh sang murid beserta saran mengenai apa yang sebaiknya diperbaiki oleh sang murid.

Buku

Sebelum internet mendominasi dunia seperti saat ini, buku menjadi media utama untuk mendapatkan informasi. Walau penggunaan buku di masa sekarang tidak lagi segencar dulu, buku masih tetap dianggap penting karena buku bersifat tahan lama dan mudah disimpan.

Karena buku memiliki peran penting, hal yang wajar jika hampir setiap sekolah memiliki perpustakaan dan koleksi bukunya masing-masing. Di negara bagian Minnesota, Amerika Serikat, sejumlah sekolah pernah melarang keberadaaan sejumlah buku dan menghilangkan buku-buku tersebut dari perpustakaannya.

Buku yang dilarang bukanlah buku komik atau sejenisnya, tapi buku-buku yang dianggap penting oleh kalangan sejarawan dan sastrawan. Misalnya buku novel klasik “To Kill a Mockingbird” serta “The Adventures of Huckleberry Finn”.

Pelarangan itu sendiri dibuat karena dalam buku itu banyak mengandung kata-kata yang dianggap rasis dan merendahkan golongan tertentu. Masa di mana novel-novel tadi pertama kali diterbitkan, standar rasisme pada masa itu berbeda dengan standar rasisme di masa sekarang.

Oleh karena itu, ada sejumlah kata dan istilah dalam novel yang terkesan rasis jika dipandang dari masa kini, namun terkesan biasa saja pada masa itu. Mereka yang mendukung kebijakan pelarangan ini berkata bahwa jika murid yang masih polos membaca buku-buku tadi, tanpa disadari mereka akan memiliki cara pandang rasis.

Namun tidak semua pihak mendukung kebijakan pelarangan tersebut. Mereka yang kontra berpendapat kalau novel “Mockingbird” dan “Huckleberry Finn” aslinya justru mengandung pesan anti rasisme. Mereka juga berpendapat bahwa fungsi dari buku-buku tersebut untuk mengajak pembacanya berpikir kritis.

Sepak Bola

Masa kecil dikenal sebagai masa yang penuh keceriaan, bukan hal aneh jika melihat anak-anak bermain. Jika jumlah anak yang bermain ada banyak, tidak jarang mereka melakukan permainan beregu seperti sepak bola. Tapi, pernah ada sekolah yang melarang olah raga tersebu.

Di tahun 2007, sekolah Oakdale di Connectitut, Amerika Serikat, pernah melarang anak-anak didiknya bermain sepak bola, kickball (semacam permainan yang peraturannya menyerupai gabungan antara baseball dan sepak bola), dan permainan lainnya yang memungkinkan para pemainnya bersinggungan satu sama lain.

Sebagai gantinya, para siswa di sekolah tersebut dianjurkan melakukan olah raga lain seperti catur, lompat tali, lempar cakram, dan lainnya. Mereka yang melakukan lempar cakram, tidak diperbolehkan melemparkan cakramnya terlalu keras.

Larangan tersebut ternyata tidak bisa diterima oleh sejumlah orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut, dan mereka pun memprotes kebijakan sekolah. Menurut para orang tua, jika anaknya sudah terbiasa bersaing lewat ajang olah raga, maka anak tersebut akan menjadi lebih tahan banting saat menjalani kehidupan dewasa yang penuh persaingan.

Akibat gencarnya tekanan yang dilancarkan oleh kalangan orang tua, pihak sekolah pun melunak. Pihak sekolah kini mengizinkan anak didiknya bermain kickball, namun harus dengan pengawasan agar tidak menjurus menjadi terlalu kasar.

Bertepuk Tangan

Melihat orang bertepuk tangan secara beramai-ramai adalah hal yang lazim dijumpai di tempat-tempat keramaian. Bertepuk tangan merupakan salah satu cara untuk menunjukkan dukungan atau rasa hormat kepada orang yang menjadi pusat perhatian di lokasi tersebut.

Tapi, bertepuk tangan ternyata pernah dilarang oleh suatu sekolah di Sydney, Australia. Pada tahun 2016, sekolah Elanora Heights melarang para staf dan muridnya untuk bertepuk tangan. Alasannya adalah karena bertepuk tangan secara beramai-ramai dikhawatirkan dapat menganggu guru atau murid yang kebetulan sensitif terhadap suara berisik.

Sebagai gantinya, mereka yang ingin menunjukkan dukungan secara beramai-ramai diminta melakukannya dengan cara tersenyum sambil membuat gerakan memukul ke udara. Pihak sekolah menambahkan bahwa gerakan macam ini membantu membuat anak-anak bersikap lebih aktif tanpa menimbulkan suara gaduh atau bersikap gelisah.

Sekolah-sekolah di Australia sendiri belakangan memang semakin sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan larangan aneh dengan alasan menghormati staf dan murid dari golongan apapun. Misalnya melarang murid berpelukan satu sama lain, melarang penggunaan kata “hitam” (black) dalam lagu anak-anak “Black Sheep”.