Anehtapinyata.id – Pemerkosaan Nanking dikenal juga sebagai pembantaian Nanking. Kita semua tahu tentang kengerian yang terjadi di negara kita. Namun, terlalu sering, kekejaman terjadi di belahan dunia lain dan kita tidak mengetahui itu.

Bersamaan dengan semua bencana yang melanda Eropa selama Perang Dunia II, kekejaman yang dilakukan di Asia Tenggara sama parahnya. Namun, perhatian dunia saat itu lebih berat ke arah Barat dibandingkan yang lain.

Sementara Eropa berjuang untuk menahan Nazi, China menangkis invasi Jepang yang dimulai pada akhir 1937. Tiongkok berjuang melawan Jepang habis-habisan. Pada akhirnya, Tiongkok kehilangan sebanyak 20 juta jiwa untuk menjaga Kekaisaran Jepang dari menginvasi sebagian besar Asia Timur dan Pasifik.

Sebanyak 17 juta korban Tionghoa bukan lah tentara, namun warga sipil. Tidak bersenjata, tidak berdaya. Mereka benar-benar mengalami neraka dunia sebelum tewas dibunuh oleh tentara Jepang.

Beberapa yang terburuk terjadi selama enam minggu setelah Jepang menyerbu ke ibukota China Nanking yang sekarang dikenal sebagai Nanjing pada Desember 1937.

Invasi Brutal 

Pemerkosaan dan pembunuhan yang akan segera menyelimuti Nanking dimulai sebelum tentara Jepang mencapai tembok kota. Tentara Jepang bergerak hampir di seluruh China pada awal invasi mereka, pembantaian dan penjarahan dengan perintah untuk “membunuh semua tawanan.”

Tidak berhenti di sana. Pasukan Jepang tidak memiliki aturan, mereka bebas melakukan apa saja sesuka hati mereka. And it gave them a sense of power. Seorang jurnalis Jepang yang bepergian dengan Angkatan Darat ke-10 menulis dalam catatannya bahwa ia yakin pasukan itu bergerak maju dengan brutal karena adanya persetujuan tersembunyi di antara para perwira dan orang-orang itu bahwa mereka bisa menjarah dan memperkosa semau mereka.

Pembantaian Dimulai

Ketika tentara Jepang mencapai Nanking, kebrutalan mereka berlanjut. Mereka membakar tembok-tembok kota, rumah-rumah penduduk, hutan di sekitarnya, dan bahkan seluruh desa yang mereka jumpai selama perjalanan. Semua terbakar habis.

Mereka menjarah hampir setiap bangunan yang bisa mereka temukan, mencuri dari semua orang baik miskin atau kaya. Mereka kemudian membantai banyak orang yang mereka lihat. Beberapa korban dari Pembantaian Nanking dilemparkan ke dalam kuburan massal. Yang lain? Dibiarkan membusuk di jalanan.

Bagi pasukan penjajah, Pemerkosaan Nanking dijadikan sebuah permainan. Majalah Jepang menulis tentang kompetisi antara 2 tentara, Toshiaki Muaki dan Tsuyoshi Noda. Mereka berkompetisi untuk melihat siapa duluan yang bisa membantai 100 orang dengan pedang mereka.

Parahnya, orang-orang yang dibantai oleh kedua tentara ini adalah warga sipil, bukan tentara. Menurut pengakuan mereka, para korban merupakan orang-orang yang tak bersenjata. Setelah perang berakhir, Noda mengakui bahwa mereka akan berbaris dan menebas mereka, dari satu ujung ke ujung yang lain.

Terlebih lagi, pengakuan ini tidak bertujuan untuk meminta maaf. Beberapa detik sebelum ia mengakui perbuatannya, ia mencemooh korbannya karena mereka membiarkan diri mereka sendiri terbunuh dengan mengatakan, “Tentara Tiongkok sangat bodoh. Ini bukan masalah besar.”

Pemerkosaan Nanking

Hanya dalam enam minggu dimana Jepang melakukan Pembantaian Nanking mulai 13 Desember 1937, diperkirakan 20.000 – 80.000 wanita Tiongkok diperkosa secara brutal oleh tentara Jepang. Tentara-tentara tersebut mendatangi rumah ke rumah dan menyeret keluar wanita dan anak-anak kecil. Dengan brutal, para tentara Jepang memperkosa mereka. Begitu selesai memperkosa para wanita dan anak-anak, mereka membunuhnya dengan keji dan membiarkan mayatnya tergeletak di jalanan.

Pembunuhan semacam itu juga bukan hanya tindakan kebiadaban yang diluar akal. Seorang komandan tentara mengatakan, “Kita tidak akan terkena masalah hanya karena ini.”

Kata-kata tersebut merujuk pada wanita yang sudah mereka perkosa. Ia menyuruh para tentara untuk membayar wanita-wanita tersebut sejumlah uang untuk tutup mulut atau bantai mereka di tempat.

Namun, tindakan keji ini tidak berhenti sampai di sini. Mereka membuat para wanita Tiongkok menderita dengan cara terburuk. Ibu hamil dipotong secara terbuka dan korban pemerkosaan mereka disodomi dengan tongkat bambu dan bayonet sampai mereka meninggal.

Seorang misionaris di Nanking, James M. McCallum menulis dalam bukunya, “Tidak pernah saya mendengar tentang kebrutalan seperti ini. Pemerkosaan! Saya memperkirakan ada setidaknya 1.000 kasus pemerkosaan yang terjadi setiap malam. Pada siang hari, [jumlah kasus] sudah tidak bisa terhitung lagi.”

“Pada 16 Desember, 7 gadis berusia 16 – 21 tahun diambil dari Akademi Militer. Lima kembali. Setiap gadis diperkosa enam sampai tujuh kali dalam sehari,”

  • – Komite Internasional.

Komite Internasional mendirikan Zona Keselamatan Nanking untuk menyediakan tempat berlindung bagi para korban.

Sebuah laporan menceritakan tentang wanita berusia 62 tahun yang hampir diperkosa tentara Jepang. Namun, wanita tersebut mengatakan bahwa ia terlalu tua. Jadi, para prajurit melakukan penetrasi kepada wanita itu dengan tongkat. Namun, ia selamat.

Sementara itu, reporter media Amerika yang berada di tempat kejadian menulis, “Saya mengendarai mobil ke tepi perairan. Untuk sampai ke pintu gerbang, saya harus memanjat mayat-mayat yang terakumulasi di sana. Mobil saya harus melewati mayat-mayat ini.”

Begitu ia sampai di tepi laut, ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri pembantaian 200 pria dalam kurun waktu 10 menit.

Warisan Tragedi

Pada saat Pemerkosaan Nanking berakhir, korban jiwa diperkirakan ada 300.000 dalam hitungan minggu. Ketika para tentara Jepang diadili dan dieksekusi, pengadilan menemukan bahwa setidaknya 200.000 telah tewas selama Pemerkosaan Nanking.

Pemerintah Jepang tidak meminta maaf secara resmi atas kekejaman era Perang Dunia II hingga 1995. Bahkan, sikap minta maaf yang relatif baru belum bulat dan universal.

Pada tahun 1984, Asosiasi Veteran Tentara Jepang melakukan wawancara dengan para veteran Jepang yang hadir selama Pembantaian Nanking dalam upaya untuk membantah laporan kekejaman Jepang.

Namun, Asosiasi Veteran dipaksa untuk menjalankan permintaan maaf atas Pemerkosaan Nanking seperti berikut:

“Apa pun kerasnya perang atau kondisi khusus psikologi perang, kami kehilangan kata-kata yang dihadapkan dengan pembunuhan massal illegal ini. Sebagai mereka yang terkait dengan militer sebelum perang, kami meminta maaf sedalam-dalamnya kepada orang-orang Tiongkok. Ini benar-benar tindakan biadab yang disesalkan.”

Dalam 10 tahun terakhir, puluhan politisi Jepang menolak untuk bertanggung jawab dan bahkan membantah bahwa tragedi tersebut merupakan sejarah nyata. Hingga hari ini, mereka masih menolak untuk mengaku bahwa tragedi tersebut pernah terjadi. Meskipun ada saksi langsung dari Amerika Serikat, Perancis, Jerman, dan Jepang yang jumlahnya tak bisa dihitung lagi. Penyangkalan ini tetap bertahan walaupun foto-foto pun sudah beredar luas untuk seluruh dunia saksikan.