Dancing Plague, Menari Non-Stop
Banyak kejadian aneh yang terjadi di dunia ini yang terkesan tidak masuk akal atau di luwr logika. Kejadian sejenis itu tentunya memancing pertanyaan, apakah kejadian tersebut nyata atau hanya mitos belaka? Pertanyaan tersebut kadang tidak bisa terjawab secara pasti, terutama jika kejadian tersebut terjadi di masa lalu. Di masa ketika semuanya masih serba terbatas.
Salah satu kejadian yang saat ini masih dipertanyakan kebenarannya adalah misteri Dancing Plague. Banyak orang menari selama berhari-hari yang disebut-sebut karena pengaruh wabah penyakit. Bagaimana cerita misteri Dancing Plague? Apakah benar kejadian nyata atau mitos? Kita akan membahas misteri Dancing Plague, menari berhari-hari tanpa henti di sini.
Dancing Plague mulai muncul di daerah Strasbourg (saat ini Perancis) di abad 15, tepatnya di tahun 1518. Seorang wanita bernama Frau Troffea tiba-tiba keluar dari rumahnya, tertawa, bertepuk tangan lalu mulai menari dengan semangat di jalanan Strasbourg. Suaminya dan orang-orang sekitar merasa heran dengan tingkah laku Frau. Apalagi dia menari tanpa iringan musik.
Diperkirakan Frau menari selama empat sampai enam hari. Dalam seminggu, 34 orang lainnya ikut menari. Dalam sebulan ada 400 orang yang ikut menari, sebagian besarnya adalah wanita. Mereka semua menari nggak kenal malam dan siang bahkan mereka hanya istirahat sebentar lalu kembali menari.
Awalnya masyarakat mengira mereka hanya menari mengekspresikan diri dan bersenang-senang sehingga dibiarkan. Otoritas setempat malah memberi lebih banyak ruang untuk mereka dengan membuka ruang aula untuk digunakan, membuka pasar bahkan membuatkan panggung untuk para penari dan menyewa pemusik lokal untuk bermain menjadi pengiring tarian.
Kegilaan di jalanan Strasbourg semakin meningkat dari hari ke hari. Semakin banyak orang yang menari tanpa sebab yang jelas. Orang-orang yang sebelumnya hanya menjadi penonton, mulai ikut bergabung dengan para penari di jalanan. Banyak yang teriak-teriak meminta tolong atau meminta pengampunan.
Mereka seperti kehilangan kendali atas tubuhnya dan menari tanpa disadari. Dengan intensitas menari yang tinggi, satu per satu korban mulai berjatuhan. Banyak yang kakinya melepuh dan berdarah tapi nggak menghentikan mereka untuk menari. Kurang lebih, mirip seperti kerasukan massal tetapi dalam bentuk tarian.
Beberapa meninggal karena kelelahan, beberapa meninggal karena stroke, beberapa lagi meninggal karena serangan jantung. Ada saksi mengatakan bahwa penari yang meninggal dalam satu hari bisa mencapai 15 orang. Kalau menelan korban, jelas saja fenomena ini sudah termasuk tragedi. Sebuah manuskrip dalam arsip kota pada saat itu mengatakan, “Ada wabah aneh baru-baru ini, Terjadi di kalangan rakyat jelata, Banyak orang mengalami kegilaan, Mulai menari, Tanpa hambatan, Sampai mereka jatuh pingsan, Banyak orang kehilangan nyawa karenanya.”
Selain di Strasbourg, ternyata wabah Dancing Plague ini dipercaya sudah menyebar ke banyak kawasan Eropa lainnya. Kejadian serupa terjadi juga di Jerman dan Inggris. Korban di kawasan lain nggak sebanyak di Strasbourg tapi wabah ini kemudian dipercaya menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian penduduk Eropa saat itu.
Para peneliti pada tahun 1518 menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada warga di Strasbourg. Dengan keterbatasan, mereka nggak menemukan penyebab yang pasti. Terbatasnya ilmu pengetahuan saat itu tidak mampu untuk menjawab fenomena aneh orang-orang menari di jalanan kemudian meninggal membuat warga mulai mengeluarkan berbagai analisa bahkan mengaitkannya dengan hal mistis.
Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa Dancing Plague merupakan upaya untuk menyembuhkan penyakit sehingga otoritas setempat sempat memberi dukungan pada para penari dengan harapan semakin mereka menari penyakit mereka akan sembuh. Ada yang mengatakan bahwa Dancing Plague adalah semacam ritual kepercayaan tertentu.
Ada juga yang mengaitkan Dancing Plague dengan fenomena exorcism. Ada juga mitos yang mengatakan bahwa orang-orang yang menari sebenarnya terkena wabah atau kutukan yang dikirim oleh Saint Vitus. Sebagaimana mitos pada umumnya, nggak ada bukti secara nyata tapi tetap hidup dan dipercayai banyak orang.
Berdasarkan sains, seorang manusia nggak mungkin melakukan kegiatan berat seperti menari yang mirip dengan olahraga lebih dari tiga hari. Namun Frau Troffea menari hampir selama enam hari. Pelari maraton saja yang secara fisik paling kuat untuk melakukan aktivitas berat nggak akan mampu untuk melakukannya.
Ada ilmuwan yang menyatakan penyebab Dancing Plague adalah hot blood. Hot blood adalah gejala yang timbul karena darah yang sudah terlalu panas sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran dan bergerak tanpa bisa dikendalikan. Namun aneh jika gejala itu bisa menular dengan sangat cepat dan membuat 400 orang mendapatkan gejala yang sama.
Ada dua kemungkinan yang meyebabkan Dancing Plague terjadi. Dua kemungkinan itu adalah:
Yang pertama adalah tingkat stres yang tinggi. Masyarakat pada masa itu disebut-sebut mempunyai tingkat stress yang tinggi. Mereka kekurangan bahan makanan, bahkan banyak yang meninggal karena kelaparan. Selain itu, masyarakat Strasbourg mempunyai isu kesehatan yang cukup banyak diderita warganya. Banyak yang sakit cacar dan sipilis.
Dengan banyaknya masalah, tingkat stress meninggi dan akhirnya menyebabkan gangguan kejiwaan. Mereka menari pada awalnya hanya untuk meluapkan stress mereka. Satu dan lainnya ikut mencoba tarian yang kelihatannya bisa meredakan kegelisahan dan itu diikuti oleh banyak orang sampai menciptakan histeria massa.
Ditambah dengan keterangan bahwa kebanyakan yang menari adalah wanita yang masih remaja, rentang usia itu lebih rentan untuk terkena stress dan melakukan apa saja untuk mencoba menghilangkan kekalutan di pikirannya. Perlu diingat, masa itu belum banyak teknologi yang bisa digunakan seperti hari ini. Jadi, nggak banyak hal yang bisa dilakukan kalau butuh pelampiasan.
Lalu yang kedua adalah warga Strasbourg mengkonsumsi jamur ergot parasit. Jamur ergot parasit merupakan cikal bakal LSD dan dikategorikan sebagai jamur yang berbahaya. Jamur ini kalau dikonsumsi dapat menyebabkan tremor, kejang dan halusinasi. Penduduk Strasbourg banyak yang kelaparan sehingga memakan apa saja yang bisa mereka makan, salah satunya jamur ergot parasit.
Selain itu, jamur ergot parasit juga sering tumbuh di lahan gandum yang digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk membuat roti. Ada kemungkinan mereka mulai menari setelah memakan roti yang di dalamnya terkandung jamur ergot parasit. Toeri ini kemudian ditelusuri lebih jauh dan ditemukan adanya kejanggalan.
Para ilmuwan mengatakan bahwa pengaruh jamur ergot parasit hanya akan bertahan dalam jangka waktu yang pendek, antara sehari atau dua hari. Sementara yang terjadi adalah Dancing Plague dilakukan orang-orang selama lebih dari satu hari dengan rataan empat sampai enam hari, bahkan ada yang berminggu-minggu.