Kutukan Generasi Han, Makam Keramat Lasem
Lasem merupakan kota perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur yang ternyata memiliki sebuah mitos dan makam keramat. Makam keramat ini makam dari Han Wee Sing atau dikenal juga namanya sebagai Han du Chun dan Han Siong Kong yang berada di Desa Babagan Lasem, Rembang-Jawa Tengah adalah sebuah kuburan kuno dari tokoh masyarakat Cina yang terkenal di masa lalu.
Tempat ini memang menjadi daya tarik tersendiri yang selalu di datangi para wisatawan saat berkunjung ke Lasem. Namun dibalik keberadaan tempat menarik ini ada sebuah legenda kutukan abadi Han Wee Sing yang sampai kini masih dipercaya meskipun sudah berabad-abad lamanya.
Kutukan itu berisi siapapun orang yang masih keturunan (marga Han) dari keluarga Han Wee Sing, jika berani menetap di Lasem bagi laki-laki akan mengalami kebangkrutan dalam usahanya, sedangkan bagi perempuan tak akan bisa mempunyai keturunan.
Peringatan ini sempat dianggap hanya sebuah mitos oleh generasi keturunannya. Salah satu keturunannya yang berusaha melanggar pantangan tersebut adalah Han Bing Cuan. Keturunan keluarga Han yang pernah tinggal di Lasem, akhirnya ia menemui kesialan. Usaha es miliknya yang sempat besar tiba-tiba mengalami kebangkrutan mendadak.
Berbeda dengan nasib keturunan Han lainnya yang mengembangkan bisnis di luar kota Lasem, dan tidak pernah tinggal disana. Umumnya mereka kaya raya dan bisnis mereka berkembang dengan pesat, bahkan menguasai berbagai kota dan negara-negara di dunia.
Begitu menakutkannya kutukan ini, membuat keturunan Han tak berani melintasi Lasem baik melalui transportasi darat maupun udara.
Dikisahkan dalam cerita legenda tentang riwayat kehidupan Han Wee Sing semasa ia hidup dulu. Bahwa ia adalah seorang saudagar kaya raya yang terkenal ulet dan pekerja keras.
Meskipun ia memiliki harta kekayaan yang berlimpah dimasa hidupnya, ia sangat senang membantu dan menolong orang-orang lain disekitarnya yang kesusahan. Han Wee Sing pun tak suka menghamburkan kekayaannya di meja judi atau untuk sekedar jual beli candu.
Sayangnya karakter baik dari Han Wee Sing tak menurun kepada kedua anak laki-lakinya yakni Han Te Su dan Han Te Ngo (anak Han Wee Sing seluruhnya berjumlah 5 orang). Mereka dikenal sebagai pemuda yang gemar berjudi sampai kelakuan buruk mereka membuat harta kekayaan Han Wee Sing habis dan jatuh miskin.
Mirisnya, kelakuan mereka tak hanya membuat ayahnya menderita di masa hidup. Ketika Han Wee Sing meninggal pun, uang hasil sumbangan para pelayat dibuat bersenang-senang oleh mereka untuk bermain dadu diatas meja judi. Akibat ulahnya, sampai membuat pemakaman ayahnya tak kunjung terlaksana.
Suatu hari mereka membungkus jenazah sang ayah dan bermaksud untuk menguburkannya dengan pemakaman yang sangat sederhana.
Namun dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, Han Te Su dan Han Te Ngo beserta para rombongan yang membawa jenazah Han Wee Sing terjebak cuaca buruk. Secara tiba-tiba hujan deras pun turun disertai gemuruh petir yang bergelegar. Memang dasar kelakuan anak durhaka, tanpa basa basi mereka pun meninggalkan jasad ayahnya begitu saja di tanah.
Sementara mereka sendiri mencari tempat untuk berteduh. Tak lama berselang keanehan pun terjadi, peti mati terkubur sendiri secara misterius dan mengeluarkan suara keras yang mengutuk bahwa keturunan Han tidak boleh tinggal lagi di Lasem untuk selamanya.
Bila berani melanggar mereka akan jatuh miskin dan keturunan perempuannya akan mengalami kemandulan. Mendengar suara misterius tersebut, terkejutlah kedua anaknya Han Te Su dan Han Te Ngo, mereka pun berlari ketakutan meninggalkan desa Lasem.
Dimasa kini, diketahui para keturunan keluarga Han banyak yang menetap di beberapa kota besar, terutama Surabaya. Seperti rumah abu keluarga Han di Surabaya yang memang mereka berasal dari daerah Lasem.
Menurut keterangan batu nisan di Makam Han Wee Sing, tertulis bahwa ia bernama Han Du Chun dan dikenal juga dengan panggilan Han Sion Kong. Sebuah informasi menceritakan tentang riwayat hidupnya saat pendirian nisan pertama pada tahun 33 masa pemerintahan Kaisar Qian Long (1735-1796) sang pemimpin Dinasti Qing tepatnya di era tahun 1768.Dijelaskan bahwa Han De Chun (Han Wee Sing) berasal dari Tian Bao (Fujian) dan pada saat peletakan batu nisan di makamnya ia diketahui memiliki lima orang anak laki-laki, belasan cucu dan 3 orang buyut.
Sedangkan versi cerita Claudine Salmon dalam jurnal
dokumentasinya yang berjudul The Han Family of East Java Entrepreuneurship and Politics (18th-19th Century) pada tahun 1991 lalu. Menceritakan asal-usul keberadaan keturunan keluarga Han yang didapati berada di Pulau Jawa sampai ke Tianbo, Zhangzhou-Fujian, tempat nenek moyang marga Han berasal.
Didapatinya rumah keluarga Han Siong Kong terletak di daerah Ximenzhai, Tianbao-Fujian. Dan Han Siong Kong (Han Wee Sing) sendiri lahir di Han Siong Kong lahir di Lubianshe, Tianbao, pada tahun 1673.
Versi lain legenda kutukan abadi keluarga Han Wee Sing juga diceritakan menurut Salmon. Menurutnya saat ia membaca papan arwah di Rumah Abu keluarga Han yang berada di Surabaya. Han Wee Sing lahir di Lubianshe, Tianbao tahun 1673 dan tinggal menetap di Lasem sampai meninggal dunia di Rajegwesi (sekarang dikenal sebagai Bojonegoro) pada tahun 1743.
Cerita berlanjut saat Salmon menggali tradisi lisan lokal yang menjelaskan bahwa pada saat terjadinya pemakaman Han Wee Sing, terjadi hujan lebat yang disertai sambaran petir yang hebat.
Peti mati Han Wee Sing dibiarkan begitu saja tertinggal di jalanan, karena para pengantar jenazah lari berhamburan untuk mencari tempat berteduh dari derasnya hujan. Cerita berlanjut dengan terkuburnya peti mati tersebut secara misterius.
Konon, arwah Han Siong Kong mengutuk keturunannya karena tidak berbakti dengan menelantarkannya di tengah jalan. Sejak saat itu, keturunan Han dipercaya meninggalkan Lasem. Namun ternyata Han Tjoe Kong dan Han Kien Kong, dua anak lelaki tertua Han Siong Kong, memilih tetap tinggal di Lasem. Sementara Han Bwee Kong menuju Surabaya dan menjadi Kapitan Cina.
Seorang anak Han yang bernama Han Tjien Kong beragama Islam, memiliki nama Soero Pernollo dan menetap di Besuki. Demikian pula Han Hien Kong yang turut bermukim di Besuki. Sedangkan kedua putri Han Siong Kong yaitu Pien Nio dan Poen Nio tidak diceritakan lebih lanjut keberadaannya.
Menurut catatan keluarga Han di Surabaya, kelima anak Han Siong Kong lahir di Lasem. Namun anehnya tidak terdapat papan arwah sang ibunda di Rumah Abu Keluarga Han, Surabaya. Diduga istri dari Han Siong Kong adalah seorang wanita asal Lasem asli dan bukanlah keturunan Cina.
Kebenaran atau tidaknya tentang kisah Han Wee Sing, konon kutukan tersebut abadi dan masih terus menghantui para generasi keturunannnya hingga saat ini. Perlu diakui bahwa keberadaan makam Han Wee Sing turut membantu pendapatan pariwisata khususnya di Lasem, dan tempat tersebut juga pantas untuk dijaga dan dilestarikan sebagai salah satu cagar budaya nasional kebanggaan Indonesia.