Sepanjang sejarah, tulang telah digunakan dalam banyak cara. Para arkeolog yang menggali tulang menemukan cerita kuno. Tulang-tulang ini memberi tahu kita tentang peradaban kuno, adat istiadat mereka, dan bagaimana mereka hidup dan mati. Selain itu ada banyak kegunaan tulang sepanjang waktu yang dilakukan sejak dulu, dan beberapanya mungkin tidak pernah kita pikirkan.

Berikut kegunaan yang terduga dari tulang manusia dan hewan sepanjang sejarah.

ALAT MUSIK

Orang-orang telah lama menggunakan tulang burung, yang secara alami berlubang, untuk membuat seruling. Para arkeolog telah menemukan temuan seruling tulang di dua gua berusia ribuan tahun di Jerman yang sekarang dikenal sebagai Geissenklösterle dan Hohle Fels. Fragmen seruling yang ditemukan di Geissenklösterle diperkirakan berusia sekitar 35.000 tahun, di sisi lain seruling Hohle Fels terbuat dari tulang sayap burung hering griffon yang berongga secara alami.

Penemuan menarik lainnya juga terjadi di kota Isturitz, Perancis. Di sana ditemukan seruling kuno yang terbuat dari tulang sayap angsa. Seruling Perancis kuno tersebut diyakini berusia sekitar 30.000 tahun. Sifat tulang burung yang berongga membuatnya sempurna untuk membuat seruling di masa lalu.

KANCING

Benda-benda yang terbuat dari tulang menyerupai kancing modern telah ditemukan di situs arkeologi sejak tahun 2000 SM. Namun, kancing-kancing kuno pada zaman itu tidak digunakan sebagai pengencang seperti kancing-kancing masa kini. Di Paris abad pertengahan, pada abad ke-13, serikat pembuat kancing mengkhususkan diri dalam membuat kancing dari bahan seperti tulang dan kayu. Kancing lama berfungsi dan dekoratif. Kancing tulang antik dengan kancing modern memiliki karakteristik yang berbeda. Kancing antik lebih berat, teksturnya kering, dan ukurannya bervariasi. Hal ini karena biasanya terbuat dari tulang kering sapi.

Pembuatnya menggunakan kekuatan dan daya tahan tulang sebagai bahan, namun tidak memiliki ketelitian untuk membuatnya selalu sama. Saat ini kancing dibuat dari berbagai bahan, antara lain plastik, logam, dan sumber daya alam. Perubahan ini mencerminkan kemajuan dalam teknik manufaktur dan ketersediaan bahan yang beragam. Dan, tentu saja, kancing-kancing modern memiliki kegunaan yang lebih bermanfaat dibandingkan kancing-kancing kuno.

OBAT

Selama beberapa ratus tahun terakhir di Tiongkok, “tulang naga” kuno digali dan digunakan sebagai obat. Itu sebelum identitas asli mereka diketahui. Faktanya, “tulang naga” ini adalah fosil dinosaurus berumur jutaan tahun. Namun, penduduk desa di daerah pedesaan tidak menyangka bahwa tulang-tulang ini memiliki nilai arkeologis. Sebaliknya, mereka percaya sisa-sisa luar biasa ini memiliki khasiat penyembuhan khusus. Jadi mereka akan menggiling tulangnya dan mengonsumsinya untuk berbagai penyakit.

Penduduk setempat menggunakan tulang misterius ini untuk meringankan kondisi seperti pusing, kram kaki, disentri, pembengkakan internal, dan bahkan malaria. Selama berabad-abad, desa-desa di pos-pos terpencil Tiongkok bersumpah bahwa tulang-tulang ini istimewa secara medis. Karena mereka tidak tahu bahwa fosil tersebut adalah dinosaurus sungguhan, menyebut mereka “tulang naga” adalah pilihan terbaik berikutnya.
Walau praktik pengobatan ini terbukti bermanfaat bagi orang-orang yang mencari pertolongan, hal ini secara tidak sengaja membahayakan pemahaman ilmiah di kemudian hari. Penggilingan dan konsumsi fosil-fosil ini secara destruktif menimbulkan tantangan besar bagi ahli paleontologi. Walau banyak tulang dinosaurus yang hilang seiring berjalannya waktu, masih banyak lagi yang ditemukan berkat pengetahuan sejarah masyarakat mengenai daerah tersebut terkait tulangnya.

PENYIMPANAN MAKANAN

Pada awal tahun 2000-an, pekerja konstruksi di Israel menemukan sebuah gua batu besar yang dikenal sebagai Gua Qesem. Sejak itu, para arkeolog telah mengungkap rahasia pemahaman tentang asal usul dan evolusi manusia. Dalam studi inovatif pada tahun 2019 yang dilakukan oleh para peneliti dari Universitas Tel Aviv, muncul bukti yang menunjukkan bahwa manusia prasejarah yang tinggal di Gua Qesem sekitar 400.000 tahun yang lalu memiliki metode unik dalam mengawetkan makanan. Manusia purba ini membungkus pecahan tulang rusa dengan kulit hewan tersebut untuk menyimpan makanan di dalamnya. Temuan ini menyoroti kecerdasan dan kecerdikan mereka yang canggih. Itu menandakan, bahwa manusia zaman dahulu menggunakan Tupperware dengan cara mereka sendiri.

Menurut penelitian, penemuan ini membalikkan asumsi sebelumnya bahwa manusia purba hanya pemburu yang bergantung pada ketersediaan makanan. Teknik pengawetan ini memungkinkan mereka menyimpan sumsum untuk waktu yang lama hingga dua bulan, dan memastikan pasokan makanan lebih stabil. Sebelumnya, tidak ada bukti metode pengawetan seperti itu yang ditemukan. Hal ini membuat para ahli percaya, bahwa manusia purba mengalami periode kelangkaan pangan. Namun, mereka berhasil mengawetkan makanan dengan caranya sendiri. Bangkai rusa bera yang menjadi mangsa utama mereka dibawa kembali ke gua, lalu diambil daging dan lemaknya. Hal ini membuat tulang-tulang tersebut cocok untuk penyimpanan makanan.