Budaya Menyeramkan Dan Berbahaya Di Indonesia
Indonesia terkenal memiliki beraneka suku dan budaya, namun tidak semua budaya yang dimiliki suku asli Indonesia merupakan budaya yang aman dan bisa dinikmati oleh semua kalangan. Ada pula budaya yang menurut orang di luar suku tersebut nampak berbahaya dan menakutkan. Berikut ini adalah budaya yang berbahaya dan menakutkan dari suku di Indonesia.
Suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan terkena gigih dan tidak kenal takut. Tidak mengherankan jika mereka berani melakukan perjalanan jauh hingga ke Australia dan Malaka. Sifat tidak takut suku Bugis juga terlihat saat mereka terlibat perselisihan satu sama lain.
Jika ada dua pemuda Bugis yang terlibat perselisihan, maka mereka diminta menyelesaikan perselisihan tersebut melalui ritual yang bernama sigajang laleng lipa. Dalam ritual ini, masing-masing pemuda akan menghunuskan senjata badik.
Kedua orang yang berselisih juga diminta masuk ke dalam sarung yang sama. Sesudah itu, keduanya berusaha untuk saling menusuk sambil menghindari tusukan. Pertarungan dinyatakan selesai saat salah satu peserta menyerah atau bahkan meninggal. Terkadang, pertarungan berakhir imbang dan mereka menyelesaikan perselisihan dengan cara yang lain.
Di masa lalu, sigajang laleng lipa banyak dilakukan saat ada 2 keluarga yang terlibat perselisihan namun kedua keluarga itu merasa bahwa pihak mereka adalah pihak yang benar.
Seiring berjalannya waktu, sigajang laleng lipa perlahan ditinggalkan oleh penduduknya. Namun, ritual ini tidak sepenuhnya punah karena ritual ini kerap dipentaskan dalam festival budaya Bugis. Sebelum ritual dimulai, festival budaya ini juga menampilkan para penari yang melakukan aksi bakar diri menggunakan obor.
RAMPOGAN
Orang Romawi kuno mengenal pertunjukan gladiator, yaitu manusia diadu dengan hewan buas seperti singa. Orang Jawa di masa lampau ternyata juga pernah memiliki tradisi pertunjukan serupa, tradisi tersebut bernama Rampogan.
Tradisi rampogan berawal dari pertunjukan mengadu kerbau dengan harimau yang ditangkap dari alam liar. Saat kedua hewan tadi berkelahi sampai mati, orang-orang akan berkumpul di sekitar arena untuk menyaksikan kedua binatang itu saling membunuh.
Memasuki abad ke-18, harimau bukan hanya diadu dengan kerbau, tetapi juga dengan manusia. Pertunjukan model baru ini biasanya dilangsungkan di alun-alun Kerajaan Yogyakarta serta Surakarta yang disaksikan langsung oleh sultan.
Di Yogyakarta, rampogan biasanya digelar untuk menyambut tradisi Idul Fitri dan Tahun Baru Islam. Duel antara harimau dengan manusia digelar sebagai penyimbolan kalau harimau adalah dosa manusia, dan matinya harimau melambangkan hilangnya dosa manusia di hari suci.
Selain digelar pada hari-hari besar, rampogan juga digelar saat ada tamu asing yang berkunjung ke Yogyakarta sebagai salah satu cara untuk menunjukkan kekuatan militer kerajaan. Saat rampogan berlangsung, harimau akan dilepas ke dalam arena yang tertutup, kemudian sejumlah prajurit yang bersenjatakan tombak akan berkumpul di sekeliling harimau.
Tradisi rampogan kemudian menyebar ke daerah-daerah lain di Pulau Jawa seperti di Kediri dan Blitar. Saat jumlah harimau yang ada di alam liar semakin sedikit, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk melarang rampogan sejak tahun 1905.
SEPAK BOLA API
Sepak bola bukanlah olah raga yang asing bagi siapapun. Permainan ini digemari oleh berbagai kalangan karena mudah dimainkan, namun tetap membutuhkan keterampilan dan kerja sama tim yang baik. Namun, lain halnya dengan sepak bola api. Karena sesuai dengan namanya, sepak bola api menggunakan sebuah bola yang terbakar.
Bola yang digunakan dalam sepak bola api berasal dari bongkahan kelapa tua yang sudah kering. Sebelum dijadikan bola, bongkahan tersebut akan direndam terlebih dahulu dalam minyak dalam waktu yang lama. Tujuannya agar saat kelapanya disulut api, kelapa tersebut bisa menyala selama mungkin.
Keunikan dari sepak bola api bukan hanya ada pada bola yang digunakannya, saat permainan berlangsung para pemain tidak diperbolehkan menggunakan alas kaki.
Permainan sepak bola api saat ini masih dilakukan oleh pesantren yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, khususnya saat bulan Ramadhan tiba dengan tujuan mempererat hubungan persaudaraan antar santri. Yang memainkannya pun tidak hanya santri laki-laki, namun santri perempuan juga ikut memainkannya.
Agar mereka yang tidak mengalami cedera akibat terkena api, mereka yang akan ikut bermain akan diajari terlebih dahulu mengenai teknik menendang bola api yang baik dan benar. Ritual doa bersama juga dilakukan setiap kali pemainan sepak bola api dilaksanakan.