Salah satu suku di Ethiopia yang memiliki keanehan agar telihat cantik adalah Suku Mursi dengan tradisinya Lip Plate. Negara dengan nama ibu kota Addis Ababa ini adalah satu dari sedikit negara di dunia yang tidak memiliki hari kemerdekaan. Sejarah negara Ethiopia telah dimulai sejak berdirinya kerajaan kuno pada masa 10-5 SM di wilayah yang sekarang terletak di bagian utara wilayah teritorial Ethiopia, hingga akhirnya saat ini berbentuk Republik Demokratik Federal Ethiopia.

Suku Mursi adalah kelompok etnis pastoralis Nilotik di Etiopia. Kebanyakan dari mereka tinggal di Zona Debub Omo di dekat perbatasan dengan Sudan Selatan. Menurut hasil sensus tahun 2007, terdapat 7.500 orang Mursi, dan 448 dari antara mereka tinggal di wilayah perkotaan.

Suku Mursi memiliki keunikan yang mungkin bagi kita itu adalah salah satu hal yang menyakitkan dan menyeramkan bagi kaum wanita. Namun bagi wanita suku Mursi, bibir yang lebar merupakan simbol kecantikan. Mereka memiliki tradisi kecantikan dengan memakai piringan dari tanah liat yang didekorasi warna-warni di bagian bibir bawah. Piringan tersebut diberi nama dengan istilah ‘dhebi’, menjadikannya sebagai karateristik spesial bagi perempuan Mursi.

Dalam kehidupan nyata, tidak semua anggota Suku Mursi diperbolehkan menyematkan piringan di dalam bibirnya. Secara tradisional, hanya wanita yang diperbolehkan memakai piringan itu. Wanita Mursi memasangkan piringan yang terbuat dari tanah liat di bibirnya setelah berusia 15 tahun.

Proses untuk menggunakan piring di bibir ini pun harus melalui tahapan yang menyakitkan dan menyiksa. Menurut suku Mursi, saat seorang gadis sudah berusia 15 atau 16 tahun, bibir bagian bawah mereka akan digunting. Di beberapa kasus, bahkan mereka harus menanggalkan dua hingga empat gigi bagian bawah untuk bisa mendapatkan bentuk yang maksimal. Proses pengguntingan tersebut biasanya dilakukan oleh ibu mereka, atau perempuan dewasa lainnya yang mereka percaya.

Luka dari proses pengguntingan tersebut akan disumbat dengan potongan kayu sampai sembuh dan kering.Biasanya luka tersebut akan pulih dalam kurun waktu tiga bulan lamanya. Jika ingin melar dan lebar, mereka akan terus menyumbat dengan pipihan kayu yang semakin besar dari bulan ke bulan. Proses tersebut dilakukan hingga mereka bisa meletakkan piringan besar di bagian bibir bawah.

Bagi para wanita, penggunaan piring di bibir dipandang sebagai hal yang menyangkut harga diri. Tradisi ini dihargai oleh kedua orang tua karena saat laki-laki akan menikahi para gadis, maka para lelaki harus memberikan sapi yang lebih banyak.

Seorang pria juga haruslah berasal dari keluarga yang kaya. Ia harus menyerahkan mas kawin berupa 40 ekor sapi bila ingin menikahi wanita dengan piring kecil di bibir, dan menyerahkan 60 ekor sapi untuk wanita dengan piring besar di bibir.

Selain ornamen piringan tanah liat di bibir, perempuan Mursi juga mengecat wajah dan tubuh mereka. Tidak jarang, mereka mengenakan berbagai dekorasi, seperti manik-manik, tanduk hewan, kain warna-warni, dan ornamen lainnya.

Selain manik-manik,perhiasan yang mereka gunakan sehari-hari juga berasal dari daur ulang sampah terutama tutup botol. Perhiasan tutup botol itu telah menjadi salah satu penanda dan identitas suku mereka.

Keunikan suku Mursi ini tidak hanya terletak pada bibirnya yang dihiasi piringan, tapi juga memiliki bahasa sendiri yang disebut Mursi, yang diklasifikasikan sebagai salah satu Bahasa Surmik. Keunikan konsep kecantikan Suku Mursi selama ini telah menarik banyak turis. Banyak turis yang datang ke daerah Suku Mursi untuk sekadar melihat atau berfoto bersama wanita Mursi. Masih banyak wanita suku Mursi terus setia dan melanjutkan tradisi leluhur mereka itu.